OPINI: Memupuk, Menanam dan Menyirami

Penulis: Fajar Mbahe Kader Rayon Borjuis Arete.

 Apa yang kita panen hari ini adalah yang kita tanam kemarin. Apa yang kita punya hari ini atau sebaliknya adalah hasil dari apa yang kita pupuk sebelumnya. Apa yang kita syukuri dan kita sesali, adalah hasil dari pilihan kita dahulu untuk kita sirami atau membiarkannya kering.

Sahabat-sahabatku, di Pondok Pergerakan Renaisans secara disiplin dan berkala rentang istiqomah dengan proses yang kita pupuk, tanam dan siram sejak era komisariat petilasan – renaisans yang kemudian melahirkan Rayon Borjuis Arete dan Equilibrium. Tujuannya supaya semuanya mengenyam buah, mengerti kembang dan daun kisahnya, ranting dan dahan kisah sejarahnya, serta batang pohon dan akar asal-usulnya, bahkan tanah bumi dan kebun surga itulah tujuannya.

Meminjam istilah “siapa yang menanam pasti menuai”, siapapun yang menanam kebaikan dalam hidupnya maka bersiaplah dan bergembiralah karena akan memanen begitu banyak kebaikan, begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, kalau pengurus maupun anggota menikmati anugrah Allah SWT berupa PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) yang menakjubkan secara keilmuan, sosial, budaya dan kerohanian. Benar-benar menjadi sebuah value peradaban baru apabila kita napak tilas prosesnya sejak ia dipupuk, ditanam dan disirami.

Jadi, sedikit kisah yang saya uraikan ini harus balik menelusuri jejak shiroh, banyak dimensi nilai yang bisa kita temukan apabila kita mau menggalinya secara mendalam. Tentu saja semua yang saya alami selama kurang lebih dua tahun di PMII berposisi hanya “diperjalankan” oleh Allah SWT. Maknanya, selama ini kita punya blueprint riwayat hidup, konsep, maupun visi menuju masa depan. Sangat banyak hal yang baru kita sadari esensi maknanya ketika kita mau “merefleksikan dan renungkan”. Misalnya kesadaran memupuk, menanam dan menyirami, bukanlah suatu ideologi yang kita rencanakan yang tertata rapi ketika semua tahap itu dinikmati dan diperjuangkan.

Man yazro’ yahshud”, sering mendengar dari guru-guru saya. Belakangan ini saya tenggelam kedalaman maknanya. Duka dan derita adalah benih yang kita pelajari, sadar dalam memupuk, sadar dalam menanam, kemudian menyirami yang apa dan tidak menyirami yang mana.

Sekarang saya mengerti dan semoga tidak salah. Pengalaman kemarin adalah satu benih sangat penting yang bersemai dan tertanam di tanah sejarah hidup, kemudian disirami oleh dialektika dan ragam pengalaman berikutnya yang lebih substansial. Lalu, akhirnya berbuah macam-macam juga sampai saat ini.


0 Komentar